Laman

Kamis, 31 Mei 2012

Pengertian Jurnalistik


1. JURNALISTIK

Pada dasarnya, lembaga penyebaran informasi yang disebut sebagai
“pers” atau “media massa” lahir dari naluri alamiah manusia untuk mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya.
  Pers atau media massa dibentuk manakala penyebaran informasi kepada
masyarakat dilakukan secara lebih sistematis, terorganisasi, dan menggunakan teknologi komunikasi modern. Fungsi utama dari lembaga pers
adalah: mengantarkan informasi kepada khalayak.
  Menurut Wright (1988), pers sebagai bagian dari media massa, memiliki 4
fungsi, yaitu: (1) fungsi pengawasan; (2) fungsi korelasi; (3) fungsi
transmisi warisan sosial atau pendidikan; dan (4) fungsi hiburan.
  Pengertian jurnalistik:
Dja’far H. Assegaff: “kegiatan untuk menyampaikan pesan/berita kepada
khalayak ramai (massa), melalui saluran media, entah media tadi media
cetak maupun elektronika"
Mursito BM: “kegiatan mencari, mengumpulkan, menulis, mengedit, dan
menyiarkan informasi”.
  Walaupun inti kegiatan jurnalistik nampaknya sederhana, yaitu “hanya”
mengumpulkan, menulis, dan menyiarkan informasi; namun sebenarnya
kegiatan jurnalistik sangat kompleks dan rumit, sebab ada tarik menarik
berbagai kepentingan (idealisme jurnalistik, tuntutan masyarakat, kekuatan politik dan keamanan, dan kepentingan ekonomi atau bisnis).

2. REALITAS MEDIA DAN OBYEKTIVITAS
  Tulisan-tulisan di media cetak umumnya berisi 3 kategori: (1) fakta, meliputi: berita dan feature (karangan khas); (2) opini, meliputi: tajuk rencana, artikel, pojok, karikatur, dan surat pembaca; dan (3)  iklan atau advetorial. Kegiatan jurnalistik bertujuan menghasilan tulisan berisi fakta,
bukan pendapat atau imajinasi wartawan.
  Kegiatan jurnalistik ini pada dasarnya adalah kegiatan untuk “memindahkan realitas empirik ke dalam realitas media”.  Realitas media bukanlah realitas empirik, karenanya harus memenuhi standar obyektivitas.
  Ada 2 (dua) elemen obyektivitas, yaitu: faktualitas dan impartialitas (Mursito, 2006:176).  Faktualitas menyangkut kebenaran  dan relevansi; sedangkan impartialitas berkenaan dengan keseimbangan dan netralitas.
   Kebenaran
  Faktualitas
   Relevansi
 Obyektivitas
   Keseimbangan   Impartialitas
   Netralitas
  Kebenaran dan akurasi dapat dicapai apabila wartawan di dalam menggali informasi berusaha untuk melakukan verifikasi  (pengujian) terhadap
fakta yang ditemuinya. Istilah yang seringkali digunakan adalah melakukan check dan recheck, artinya menggali berbagai sumber untuk memperoleh satu informasi.
  Relevansi berarti bahwa fakta-fakta yang ditampilkan harus relevan dan
kontekstual dengan peristiwa yang diberitakan. Sekalipun suatu banyak
fakta yang bisa ditulis, namun apabila fakta tersebut tidak berkaitan
langsung dengan peristiwa; berita yang diturunkan bisa tidak lagi obyektif, namun bersifat spekulatif.
  Dimensi pertama dari impartialitas adalah: keseimbangan, atau sering juga disebut dengan istilah:  cover both sides. Di dalam pemberitaannya,
pers dituntut untuk memberikan porsi yang sama kepada semua pihak
yang terlibat di dalam suatu peristiwa.
  Impartialitas juga memiliki sisi yang lain, yaitu: netralitas. Di dalam pemberitaan, pers tidak boleh berdiri di salah satu pihak atau pendapat/pandangan atas suatu peristiwa. Pers hanya boleh berdiri di satu pihak saja,
yaitu: kebenaran.

3. BERITA DAN NILAI BERITA (NEWS VALUE)
  Definisi berita secara singkat dinyatakan oleh Charnley sebagai: “laporan
yang hangat, padat, dan cermat mengenai suatu kejadian, bukan kejadiannya itu sendiri” (Wonohito, 1977:12).
  Sedangkan Assegaff (1991:24) mendefinisikan berita sebagai:
“laporan tentang fakta atau ide termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar biasa, entah karena pentingnya atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi, dan ketegangan”
  Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa tidak semua peristiwa adalah
berita.  Suatu peristiwa akan menjadi berita apabila peristiwa itu dilaporkan oleh wartawan dan dimuat di media massa. Dan suatu laporan peristiwa bisa dimuat di media massa apabila ia dianggap punya nilai berita
(news value) atau layak untuk diberitakan.
  Secara umum, suatu kejadian dipandang memiliki  news value  apabila
mengandung satu atau beberapa unsur berikut ini:
1. Significance (penting): peristiwa itu berkemungkinan mempengaruhi
kehidupan orang banyak, atau yang memiliki akibat terhadap kehidupan pembaca.
2. Magnitude (besar): kejadian itu menyangkut angka-angka yang berarti
bagi kehidupan orang banyak, atau kejadian itu bersifat kolosal.
3. Timeliness  (waktu): aktual, hangat, atau termasa; menyangkut hal-hal
yang baru terjadi. 4. Proximity  (dekat): kejadian yang memiliki kedekatan dengan pembaca,
baik secara geografis maupun emosional/psikologis.
5. Prominence  (tenar): menyangkut hal atau orang yang terkenal atau sangat dikenal oleh pembaca.
6. Human interest (manusiawi): menyangkut hal-hal yang bisa menyentuh
perasaan pembaca.
  Sekalipun suatu peristiwa memiliki nilai berita, namun tidak secara otomatis peristiwa itu bisa disiarkan sebagai berita.  Ada satu kriteria lagi
yang harus dipenuhi, yaitu: layak cetak (fit to print). Tidak semua peristiwa yang memiliki news value  layak untuk dicetak, yaitu peristiwa-peristiwa yang dinilai bisa mendatangkan keresahan atau  persoalan dalam masyarakat.

4. JENIS BERITA DAN SUMBER BERITA
  Assegaff menyatakan bahwa jenis berita bisa dibagi berdasar 4 hal pokok:
1.  Berdasar sifat kejadian:
(a)  Berita yang diduga (peringatan hari-hari besar, peristiwa yang
sudah dijadwalkan)
(b)  Berita yang tidak diduga, di mana suatu peristiwa terjadi secara
insidental, dan wartawan memperoleh petunjuk (lead atau  tip off)
dari berbagai sumber di masyarakat (individu maupun lembaga/
organisasi).
2.  Berdasar soal atau masalah atau topik yang dicakup: politik, ekonomi,
sosial, budaya, kriminal, bencana, olahraga, pendidikan, hiburan, dan
sebagainya. Biasanya berita-berita ini di dalam penerbitannya dikelompokkan ke dalam berbagai rubrik di halaman tertentu.
3.  Berdasar jarak kejadian dan publikasi: berita internasional (luar negeri), berita nasional, berita regional (tingkat propinsi), dan berita lokal
(tingkat kabupaten/kota).
4.  Berdasar  isi berita:  straight news  (berita langsung) atau  hard news
(berita keras), berita lunak atau ringan (soft news), feature  (karangan
khas),  comperehensive/indepth news (berita mendalam), dan  investigative news.
  Berita bisa diperoleh dari berbagai sumber. Sumber-sumber tersebut antara lain:
1. Kantor berita  (misalnya: Antara, Reuter): menyediakan “berita jadi”,
sehingga redaktur tinggal mengutip atau menterjemahkannya. Biasanya digunakan untuk memperoleh berita-berita luar negeri.
2. Press release dan konferensi pers, di mana materi utama sudah disiapkan oleh pihak lain, wartawan perlu mengolah materi tersebut menjadi
berita.
3. Liputan langsung, di mana wartawan melakukan observasi langsung di
tempat kejadian dan melakukan wawancara dengan narasumber.
4. Dokumentasi, wartawan mencari bahan-bahan dari dokumen, pustaka,
arsip, atau kliping berita mengenai masalah tertentu.   Berita sebagai hasil liputan langsung (dan wawancara) adalah berita yang
dianggap memiliki nilai paling tinggi. Sumber-sumber berita yang lain digunakan sebagai sumber bahan/informasi pendukung hasil liputan.

5. MENCARI BERITA
  Dari mana saja seorang wartawan memperoleh berita?  Ada beberapa
tempat yang bisa menjadi titik awal pencarian berita: 
1. News Room Briefing
Biasanya, setiap hari diadakan pertemuan di ruang berita (news room)
suatu surat kabar untuk memberikan  briefing kepada para wartawan
dan redaktur mengenai berita apa saja yang harus diliput pada hari itu
dan pembagian tugas-tugas liputan.
Dalam briefing itu juga dibuat rencana peliputan bagi peristiwa-peristiwa yang sudah diduga atau yang sudah terjadwal sebelumnya, atau
follow up (pengembangan) dari suatu berita yang lalu.
2. Regular contacts/informers
Setiap wartawan harus memiliki kontak/informan yang secara teratur
menjadi sumber berita. Setiap hari wartawan mendatangi atau menghubungi kontak/informan itu untuk mengetahui apakah ada peristiwa
atau hal yang penting untuk diberitakan.
Kontak-kontak itu antara lain bisa diperoleh di: kantor polisi, rumah
sakit, kantor pengadilan, kantor humas lembaga tertentu, dan tempat
atau individu lain yang selama ini telah menjalin hubungan sebagai
sumber berita bagi wartawan.
Selain untuk memperoleh berita baru, kontak/informan ini sangat berperan ketika seorang wartawan ingin melakukan  follow up/pengembangan sebuah berita yang sudah dimuat sebelumnya.
3. Tip off (lead)
Seringkali, wartawan memperoleh petunjuk (tip off/lead) mengenai suatu kejadian yang baru saja terjadi. Petunjuk ini bisa datang dari mana
saja. Ada wartawan kriminal yang memiliki radio scanner untuk memonitor lalu-lintas komunikasi polisi atau UGD rumah sakit, sehingga ia
bisa mengetahui dengan cepat ketika terjadi suatu peristiwa.
4. Langsung di tempat peristiwa yang tak terduga
Sekalipun sangat jarang terjadi, namun kadang-kadang wartawan secara kebetulan sedang berada di lokasi di mana suatu peristiwa yang
tak terduga terjadi. Wartawan bisa melakukan liputan langsung (on the
spot).
Oleh karena hal ini sangat jarang terjadi, maka berita yang dihasilkan
secara on the spot ini bernilai sangat tinggi. Karena ini benar-benar menunjukkan kemampuan seorang wartawan untuk peka/sensitif terhadap apa yang sedang teradi di sekitarnya, ketajamannya untuk “mencium” nilai berita, dan kemampuannya untuk mengumpulkan informasi
tanpa persiapan sebelumnya.
  Setelah seorang wartawan mendapat petunjuk yang jelas mengenai peristiwa apa yang akan diliput, maka langkah selanjutnya adalah mendatangi
lokasi peristiwa tersebut untuk melakukan pengumpulan informasi, baik
melalui observasi maupun wawancara. Oleh karena biasanya peristiwa yang akan diliput itu merupakan peristiwa yang sudah terjadi, maka sumber informasi utama seorang wartawan
adalah dari hasil wawancara dengan sumber-sumber berita (informan).

6. LIPUTAN DAN WAWANCARA
  Liputan dilakukan dengan cara melakukan observasi dan wawancara secara langsung pada peristiwa yang akan dilaporkan. Hal ini bisa dilakukan untuk berita-berita yang sudah diduga atau terjadwal.
  Di dalam melakukan liputan, wartawan harus bisa mengumpulkan informasi yang lengkap, meliputi informasi tentang  apa,  siapa,  kapan,  di
mana, bagaimana, dan mengapa (5W + 1H).
  Untuk berita-berita yang tak terduga, yang biasanya sudah terjadi tanpa
kehadiran wartawan di tempat peristiwa, maka wartawan melakukan
liputan dengan menggali informasi melalui wawancara.
  Wawancara  atau  interview merupakan salah satu cara menggali informasi lewat percakapan antara wartawan dengan seseorang yang menjadi
sumber berita.
  Wartawan tidak bisa mewawancarai sembarang orang. Interviewee (yang
diwawancarai) adalah seseorang atau sejumlah orang  yang oleh karena
kedudukannya, peranannya/keterlibatannya, kompetensi/keahlian, dan
pengalamannya, dianggap memiliki informasi yang penting, yang dibutuhkan wartawan sebagai bahan penulisan berita.
  Berdasar sasaran yang hendak dicapai dan cara yang digunakan, ada beberapa jenis wawancara, sebagai berikut:
1. Factual news interview
Wawancara dengan sumber berita yang memiliki otoritas atau mengetahui dengan persis suatu peristiwa atau permasalahan yang hendak diberitakan.
2. Casual interview
Wawancara yang tidak diatur atau direncanakan lebih dahulu. Dilakukan secara mendadak pada saat wartawan bertemu dengan sumber berita.
3. Group interview
Wawancara yang dilakukan oleh sejumlah wartawan dari berbagai media massa dengan seorang atau lebih sumber berita. Hal ini terjadi terutama pada acara konferensi pers atau jumpa pers.
4. Personality interview
Wawancara yang memiliki tujuan khusus, yaitu uintuk menggali penjelasan lebih jauh mengenai pribadi seseorang. Biasanya berkaitan dengan penulisan profil seseorang.
  Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan wawancara meliputi:
1. Menyusun pertanyaan mengenai permasalahan yang akan ditanyakan
secara runtut.
2. Memastikan bahwa sumber berita benar-benar menguasai permasalahan yang akan ditanyakan.
3. Melakukan kontak/perjanjian dengan sumber berita untuk memastikan waktu dan permasalahannya. 4. Apabila diminta, wartawan bisa memberikan daftar pertanyaan terlebih
dahulu, agar sumber berita siap dengan bahan yang diperlukan.
5. Persiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk mencatat atau merekam hasil wawancara, misalnya: notes, pena, dan alat perekam.
  Pelaksanaan wawancara:
1.  Cek lebih dahulu perjanjian yang sudah dibuat dengan sumber berita.
2.  Bersikap sopan dan memperkenalkan diri lebih dahulu dengan
menyebutkan identitas (nama dan asal media massa).
3.  Ajukan pertanyaan secara ringkas, jelas, dan to the point.
4.  Apabila sumber berita terkesan berusaha menutupi informasi, ajukan
pertanyaan yang tidak langsung.
5.  Jangan memberondong sumber berita dengan pertanyaan. Dengarkan
apa jawaban sumber berita atas pertanyaan sebelumnya.
6.  Membuat suasana santai. Jangan mengeluarkan notes, alat perekam,
atau mengambil foto tanpa lebih dahulu meminta ijin.
7.  Cara terbaik adalah: tidak mencatat selama melakukan wawancara.
Namun, berusaha mengingat isi pembicaraan; dan setelah selesai wawancara, baru menuliskan catatannya.
8.  Berusaha untuk menjaga agar masalah tidak keluar dari kerangkanya
atau melebar ke pembicaraan yang tidak relevan.
9.  Tidak mengajukan pertanyaan yang “bodoh”. Misalnya  pertanyaan
yang klise, atau pertanyaan retoris, atau pertanyaan yang tidak peka
kepada perasaan sumber berita.
10. Apabila akan mengalihkan percakapan ke permasalah yang berbeda,
mintalah ijin terlebih dahulu kepada sumber berita.
11. Menjaga/melindungi kerahasiaan identitas sumber berita Yang ideal
adalah apabila sumber berita mau disebutkan identitasnya dengan
jelas. Namun apabila ia berkeberatan, maka wartawan harus menjaga
kerahasiaan identitasnya.
12. Wartawan juga harus menghormati permintaan untuk  off the record,
di mana informasi yang diberikan oleh sumber berita hanya boleh
diketahui oleh wartawan dan redaktur, namun tidak boleh dimuat di
dalam berita di media massa.
13. Apabila mengakhiri wawancara, ucapkan terima kasih, dan mintalah
kesediaan sumber berita untuk dihubungi lagi pada kesempatan yang
lain.

7. UNSUR-UNSUR BERITA
  Pembuatan berita adalah suatu proses; dimulai sejak suatu peristiwa itu
terjadi, sampai dengan informasi tentang peristiwa itu dibaca oleh khalayak. 
  Oleh karena berita harus segera dimuat dan aktual, maka berita haruslah
padat, langsung, singkat, dan dengan bahasa yang lugas (tidak berbungabunga). Penulisan berita harus disesuaikan dengan kebutuhan pembaca,
yang karena kesibukannya tidak memiliki banyak waktu untuk membaca
berita berlama-lama.   Unsur-unsur berita yang harus dicakup meliputi jawaban atas 6 (enam)
pertanyaan yang lazim disebut 5W + 1H  (what, who, where, when, why,
dan  how):  Apa  yang terjadi?  Siapa(-siapa) yang terlibat dalam kejadian
itu? Di mana kejadiannya? Bilamana (kapan) peristiwa itu tejadi? Mengapa (apa yang menyebabkan) kejadian itu timbul? Bagaimana kejadiannya (proses dan/atau duduk perkaranya)?
1. Apa
Berkaitan dengan hal-hal yang dilakukan oleh pelaku maupun korban
(kalau ada) dalam suatu kejadian.
2. Siapa
Mengandung fakta yang berkaitan dengan setiap orang yang terliba dalam suatu kejadian. Orang yang terlibat itu harus dapat diidentifikasi
selengkap-lengkapnya: nama, usia, alamat, pekerjaan, jabatan, dan
atribut-atribut lain yang melekat pada diri orang tersebut.
3. Di mana
Menyangkut tempat kejadian. Nama tempat harus bisa  diidentifikasi
dengan jelas. Akan lebih baik apabila karakteristik tempat kejadian tersebut juga diberitakan.
4. Bilamana
Berkaitan dengan waktu kejadian atau kemungkinan (perkiraan waktu)
yang berkaitan dengan kejadian tersebut.
5. Mengapa
Berisi fakta yang mengandung latar belakang atau penyebab terjadinya
suatu peristiwa.
6. Bagaimana
Memberikan fakta yang berkaitan dengan proses kejadian yang diberitakan: bagaimana terjadinya, bagaimana pelaku melakukan perbuatannya, atau bagaimana kroabn mengalami nasibnya.

8. FORMAT BERITA LANGSUNG (STRAIGHT NEWS)
  Ciri berita langsung (straight news) yang paling mudah dikenali adalah
pada permulaan berita: setelah judul, diikuti dengan keterangan tempat
dan disusul dengan nama penerbit pers yang bersangkutan, misal:
“Jakarta, Kompas”. Keterangan ini lazim disebut sebagai timeline.
  Dari susunan uraiannya, berita langsung bisa dikenali dari strukturnya
yang dikenal dengan istilah piramida terbalik; di mana bagian yang papaling penting ditempatkan di bagian paling awal (atas), disusul dengan
bagian yang kurang penting. Penggunaan struktur semacam ini berkaitan
dengan keterbatasan waktu pembaca dan keterbatasan  ruang (space) di
halaman surat kabar.
  Setiap tulisan yang berbentuk berita langsung, sekurang-kurangnya memuat 3 bagian, yakni: pembukaan (lead), tubuh (body), dan penutup.
JUDUL
LEAD
BODY
PENUTUP 
  Menulis  lead merupakan pekerjaan tersulit. Lead merupakan bagian
terpenting, paling kuat/menonjol; merupakan rangkuman inti sari dari
sebuah berita. Kadang lead memuat keseluruhan unsur 5W + 1H. Dalam
kasus di mana lead tidak memuat seluruh unsur 5W + 1H, maka beberapa unsur yang paling menonjol dalam peristiwa itu yang dimuat di sana.
  Bagian  tubuh  (body) menguraikan lebih lanjut unsur-unsur fakta yang
terdapat di dalam lead.  Unsur mengapa dan bagaimana biasanya yang
paling banyak diuraikan. Di bagian ini terdapat bagian yang disebut dengan “perluasan bagian utama/lead”, biasanya memuat unsur-unsur berita yang belum termuat di dalam lead.
  Assegaff (1982:54) menyarankan 5 pedoman pokok dalam penulisan berita: (1) laporan berita haruslah bersifat menyeluruh; (2) ketertiban dan keteraturan mengikuti gaya menulis berita; (3) tepat dalam penggunaan bahasa dan tata bahasa; (4) ekonomi kata harus diperhatikan; (5) gaya penulisan haruslah hidup, punya makna, warna dan imaginasi,
  Penutup merupakan akhir dari uraian berita, namun bukan berupa kesimpulan. Dalam struktur piramida terbalik, bagian ini tidak terlalu penting. Ketika suatu berita ternyata memakan tempat melebihi space yang tersedia di halaman surat kabar, maka bagian inilah yang akan dipotong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar